Ditulis awal Februari 2009.
dipublikasikan Harian Media Bolmong dalam Kolom Pojok Totabuan
Demokrasi
sering kali melahirkan banyak hal. Bisa itu pembaruan, perubahan maupun perbaikan
sebuah tatanan untuk mencapai apa yang dicita-citakan bersama. Dalam
perjalanannya, substansi demokrasi menjadi polemik panjang berbagai kalangan
yang merasa “demokrat”. Di satu sisi ia diasumsikan sebagai tujuan, sementara
di sisi yang lain orang-orang pada berbantahan bahwa ia adalah “tools”. Semua
konsep teoritis digulirkan untuk saling meyakinkan kebenaran literasi maupun
pengalaman yang terjadi diberbagai belahan dunia. Ketika orang-orang masih pada
berasumsi, politisi masih saling sikut, golongan akademisi masih mengelontorkan
berbagai konsep demokrasi yang semestinya, para teknokrat masih bingung
mendapatkan pijakan yang tepat, takdir belum memberikan sesuatu yang pasti.
Yah! Seperti itulah. Dalam perhelatannya demokrasi sering mendatangkan sesuatu
yang tak diduga dan tidak diingikan. Ia bisa menjadi stagnanisasi, pemunduran,
perusakan bahkan petaka.
Yang
terjadi belum lama ini di Provinsi Sumatera Utara, mungkin bagian dari
perhelatan panjang sebuah demokrasi. Anarkisme massa di kantor DPRD Sumatera
Utara yang menuntut pembentukan Provinsi Tapanuli menyebabkan sang Ketua DPRD
Abdul Aziz Angkat kehilangan nyawa. Dampaknya menjalar kemana-mana. Massa
pendukung Abdul Aziz Angkat marah dan menuntut pengusutan kasus tersebut hingga
tuntas. Partai Golkar Sumut kebarakaran jenggot kehilangan salah satu kader
terbaiknya serta ngotot meminta pertanggungjawaban institusi Polri. Meski sudah
menetapkan sekitar 20 orang tersangka, hal yang tak bisa terhindarkan,
Kapoltabes Medan hingga Kapolda Sumut dicopot dari jabatannya. Di tingkat pusat
orang-orang mulai ribut. Tak urung pemerintahan Presiden SBY ikut dipersalahkan
karena dinilai teledor dan tidak mengambil sikap tegas untuk membatasi
pemekaran wilayah. Berbagai kalangan untuk kesekian kalinya meminta pemerintah
segera melakukan evaluasi kembali terhadap kebijakan memekarkan wilayah yang
kebanyakan membawa mudarat. Akhirnya, satu keputusan mencengangkan dikeluarkan.
Pemekaran wilayah termasuk pembentukan daerah otonom baru dihentikan untuk
waktu yang belum ditentukan.
Keputusan
ini tentu saja masih menjalarkan bias yang cukup luas. Jutaan rakyat Indonesia
yang bertekad memekarkan wilayah daerahnya masing-masing merasa dirugikan,
termasuk wilayah Bolmong Bersatu yang sedari dulu ingin membentuk provinsi otonom.
Perjuangan untuk membentuk Provinsi Bolmong Raya nampaknya harus terhenti
sementara waktu. Dan yang cukup mengkhawatirkan, belum ada sebuah kepastian
kapan keran pemekaran dan pembentukan daerah baru akan dibuka kembali. Apakah
setelah pemilu? Apakah setelah pemilihan presiden? Kita sama-sama belum tahu,
terlebih setiap pergantian kepemimpinan, otomatis kebijakan pasti belum tentu
sama, dan pemekaran wilayah adalah bagian dari kebijakan.
Untuk
saat ini dan kesekian kalinya, sepertinya rakyat Bolmong Bersatu mau tak mau
harus menunggu, dan setiap menunggu adalah penantian yang membutuhkan jawaban;
mengapa karena “maut di Sumut harus luka di Bolmong?”#
Tidak ada komentar:
Posting Komentar