Minggu, 08 Februari 2009

Maut di Sumut Luka di Bolmong



Ditulis awal Februari 2009. dipublikasikan Harian Media Bolmong dalam Kolom Pojok Totabuan

Demokrasi sering kali melahirkan banyak hal. Bisa itu pembaruan, perubahan maupun perbaikan sebuah tatanan untuk mencapai apa yang dicita-citakan bersama. Dalam perjalanannya, substansi demokrasi menjadi polemik panjang berbagai kalangan yang merasa “demokrat”. Di satu sisi ia diasumsikan sebagai tujuan, sementara di sisi yang lain orang-orang pada berbantahan bahwa ia adalah “tools”. Semua konsep teoritis digulirkan untuk saling meyakinkan kebenaran literasi maupun pengalaman yang terjadi diberbagai belahan dunia. Ketika orang-orang masih pada berasumsi, politisi masih saling sikut, golongan akademisi masih mengelontorkan berbagai konsep demokrasi yang semestinya, para teknokrat masih bingung mendapatkan pijakan yang tepat, takdir belum memberikan sesuatu yang pasti. Yah! Seperti itulah. Dalam perhelatannya demokrasi sering mendatangkan sesuatu yang tak diduga dan tidak diingikan. Ia bisa menjadi stagnanisasi, pemunduran, perusakan bahkan petaka. 

Yang terjadi belum lama ini di Provinsi Sumatera Utara, mungkin bagian dari perhelatan panjang sebuah demokrasi. Anarkisme massa di kantor DPRD Sumatera Utara yang menuntut pembentukan Provinsi Tapanuli menyebabkan sang Ketua DPRD Abdul Aziz Angkat kehilangan nyawa. Dampaknya menjalar kemana-mana. Massa pendukung Abdul Aziz Angkat marah dan menuntut pengusutan kasus tersebut hingga tuntas. Partai Golkar Sumut kebarakaran jenggot kehilangan salah satu kader terbaiknya serta ngotot meminta pertanggungjawaban institusi Polri. Meski sudah menetapkan sekitar 20 orang tersangka, hal yang tak bisa terhindarkan, Kapoltabes Medan hingga Kapolda Sumut dicopot dari jabatannya. Di tingkat pusat orang-orang mulai ribut. Tak urung pemerintahan Presiden SBY ikut dipersalahkan karena dinilai teledor dan tidak mengambil sikap tegas untuk membatasi pemekaran wilayah. Berbagai kalangan untuk kesekian kalinya meminta pemerintah segera melakukan evaluasi kembali terhadap kebijakan memekarkan wilayah yang kebanyakan membawa mudarat. Akhirnya, satu keputusan mencengangkan dikeluarkan. Pemekaran wilayah termasuk pembentukan daerah otonom baru dihentikan untuk waktu yang belum ditentukan. 

Keputusan ini tentu saja masih menjalarkan bias yang cukup luas. Jutaan rakyat Indonesia yang bertekad memekarkan wilayah daerahnya masing-masing merasa dirugikan, termasuk wilayah Bolmong Bersatu yang sedari dulu ingin membentuk provinsi otonom. Perjuangan untuk membentuk Provinsi Bolmong Raya nampaknya harus terhenti sementara waktu. Dan yang cukup mengkhawatirkan, belum ada sebuah kepastian kapan keran pemekaran dan pembentukan daerah baru akan dibuka kembali. Apakah setelah pemilu? Apakah setelah pemilihan presiden? Kita sama-sama belum tahu, terlebih setiap pergantian kepemimpinan, otomatis kebijakan pasti belum tentu sama, dan pemekaran wilayah adalah bagian dari kebijakan. 

Untuk saat ini dan kesekian kalinya, sepertinya rakyat Bolmong Bersatu mau tak mau harus menunggu, dan setiap menunggu adalah penantian yang membutuhkan jawaban; mengapa karena “maut di Sumut harus luka di Bolmong?”#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar